Ada begitu banyak teladan yang kita
dapati dari persaudaraan antara
sahabat mulia Anshar dan tamu agung
Muhajirin Makkah. Persabatan yang tulus dan langsung mendapatkan
apresiasi dari Allah Ta’ala. Dia bangga dengan apa yang dilakukan oleh
sahabat Anshar kepada sahabat Muhajirin.
Sang istri shalihah pun menuruti petuah
suami kesayangannya. Anak-anak segera ditidurkan setelah membersihkan
diri dan merapal do-doa yang disunnahkan. Tak lama setelah itu, waktu
makan malam pun tiba.
![]() |
Sumber Gambar: Google.com |
Bertamulah seorang Muhajirin kepada
keluarga Anshar. Menjelang malam. Sang istri bingung. Jatah makan malam
hanya tersisa untuk anak-anak. Sementara tamu tersebut juga harus
dijamu. Akan tetapi, sang suami seperti menemukan sebuah ide cemerlang.
Senyumnya cerah menghampiri sang istri.
“Tidurkan anak-anak sesegera mungkin.
Setelah mereka lelap, kita ajak makan tamu agung ini. Matikan lampu.
Kita duduk bersama dengan menghadap piring makan. Saat tamu agung itu
makan, kita pun berpura-pura makan. Agar dia tidak curiga.”
Sang tamu menikmati hidangan hingga
kenyang. Malam harinya, sepasang suami istri surgawi ini tidur menyusul
anak-anaknya, dalam kondisi
perut yang tak bisa diajak kompromi. Mereka
menahan lapar menyengat hingga esok harinya.
Pagi hari, sang suami bertemu dengan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagai salah satu bentuk
mukjizat, Nabi mengetahui tanpa harus diceritakan terlebih dahulu.
Beliau bersabda sebagaimana diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim Rahimahumullah, “Sesungguhnya Allah
Ta’ala telah bangga dengan apa yang kalian perbuat terhadap tamu kalian
pada malam kemarin.”
Semakna dengan kisah yang dituturkan oleh
Dr ‘Ali Hasyimi dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal menurut
al-Qur’an dan as-Sunnah ini juga terdapat kisah lain yang menyebutkan,
sahabat yang Allah Ta’ala bangga padanya ialah keluarga mulia Abu
Thalhah dan Ummu Tsulaim Radhiyallahu ‘anhum.
Mereka merupakan keluarga surgawi yang
dijamin oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sahabat Anas bin Malik
adalah salah satu bukti, bahwa sang bunda telah menyerahkannya kepada
Nabi untuk dididik menjadi sosok yang berguna bagi Islam yang mulia ini.
Membaca kisah ini, seharusnya kita merasa
amat malu. Para sahabat adalah sosok yang bergegas melakukan kebaikan,
pun jika harus mengorbankan kepentingan diri dan keluarganya. Bagi
mereka, Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
yang utama.
Kita benar-benar harus malu. Bahkan saat
malam hari, masih ada makanan yang tersisa di rumah kita, sementara ada
tetangga-tetangga yang tengah menahan lapar, tanpa kita ketahui.
Sumber: Kisahikmah.com
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.